Suryalaya (20/07/2019). Perguruan Tinggi Islam seperti Institut Agama Islam Latifah Mubarokiyah (IAILM) Pontren Suryalaya memiliki peluang strategis di era revolusi industri 4.0, yaitu era yang menekankan pada pola digital, artificial intelligence, big data, robotic, atau dikenal dengan fenomena disruptive innovation. Di era 4.0 ini ada kekosongan nilai yakni spiritual yang tidak dapat digantikan dengan apapun kecuali dengan melalui pendekatan transedental ilahiah (Sufims, red).
Hal ini disampaikan oleh HM. Adib Abdussomad, MAg., MA, PhD. (Kasubdit Ketenagaan DIKTIS Kemenag RI) dalam seminar dan pembinaan dosen IAILM Suryalaya (20/07/2019). Acara yang dihelat di Aula Tarminah Bakti IAILM Suryalaya ini mengusung tema Peningkatan Mutu Dosen Menuju Era Industri 4.0 dan Menangkal Radikalisme di Perguruan Tinggi.
Pembicara lain Dr. H.Asep Salahduin, MA. (wakil rektor bidang akademik IAILM) mengupas fenomena radikalisme. Menurutnya, penyebab paham ini muncul adalah dikarenakan Islam dipahami tidak secara komprehesif.
Pondok Pesantren Suryalaya yang mengembangkan nilai-nilai spiritual transedental ilahiah (melalui TQN-nya. red) memiliki Tanbih dari guru mursyid TQN, Syaikh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad (Abah Sepuh) ra. dan Syaikh Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin (Abah Anom), ra. Tanbih merupakan pedoman berperilaku bagi para ikhwan, baik dalam konteks individu, kemasyarakatan, maupun kenegaraan. Dalam Tanbih kita diajarkan bagaimana bersikap terhadap agama, negara, dan manusia walaupun berbeda keyakinan, maka Tanbih menjadi penting dalam proses deradikalisasi di negeri ini, pungkas Doktor Asep yang menjadi Staff BPI.